Translate

Friday, September 5, 2014

where there is a will there is a way

            Hari ini tepat pergantian tanggal 17 Agustus 2014, pukul 00.20, aku benar-benar percaya akan statment “Where there is a will, there is a way”, kalimat tersebut memang sudah lama bersemayam dikamar kecilku, tapi apakah aku percaya? Tentu aku percaya tapi hanya percaya dilidah tanpa melalui hati dan kemudian mempraktikkannya. Mungkin untuk kalian yang baru pertama kali mendengarnyapun akan percaya namun hanya percaya percaya saja. Apa yang membuatku hari ini benar-benar yakin akan kalimat tersebut? Sebenarnya bukan oleh suatu hal yang luar biasa ataupun cerita yang sangat panjang, tapi justru hal yang sangat simple yang membuat hatiku yakin akan kebenaran statment tak asing tersebut.
            Aku adalah orang yang sangat santai walaupun aku sedang menghadapi masalah yang berat sekalipun ataupun mengalami kegagalan yang mengecewakan, aku selalu menyerahkan apa yang terjadi kepada sang pencipta, aku berfikir semua sudah jalanNya. Pikiranku itu tidak sepenuhnya salah, tapi tidak pula semuanya benar. Hal yang perlu dipelajari pada cara hidupku tersebut adalah kita benar harus menyerahkan diri kepada Yang Maha Segalanya akan tetapi bukan berarti kita sepenuhnya menyerahkan tanpa ada usaha sedikitpun. Ini adalah hal sepele, bahkan sangat sepele namun seketika dapat mengubah cara pandangku.
            Siang tadi sahabatku bernama Debby meminta tolong denganku untuk menghadiri acara 17-an sebagai perwakilan anak Fakultas Kedokteran, tentunya aku langsung menyanggupi karena selain ia sahabatku aku juga tidak terlalu sibuk pada waktu itu dan itu bukan hal sulit bagiku untuk menghadiri acara 17-an yang mungkin tak akan berlangsung lama, terlebih lagi sahabatku akan menghadapi 3 ujian penting dimana ia tak akan banyak waktu untuk meminta tolong kesana kemari kepada orang lain untuk menghadiri acara tersebut.
            Ia berhasil mengumpulkan 4 orang termasuk dirinya sendiri, iapun mulai memikirkan kostum yang akan digunakan hingga akhirnya diputuskan untuk dua orang menggunakan kebaya encim dan dua orang lainnya menggunakan baju tari, yaitu aku dan rani. Setelah aku pikir-pikir kembali dan aku bayangkan rasanya akan aneh jikalau kita menggunakan kostum dengan tema yang berbeda, memang sama-sama dari betawi tapi tema bajunya beda, aku hanya membayangkanya seperti manten yang di iring (karena baju tarinya ada tutup muka seperti manten wanita orang betawi).
            Waktu menunjukkan pukul 21.30 tanggal 16 Agustus 2014, rasanya sulit jika aku memutuskan untuk mencari kebaya encim disaat itu juga, selain mungkin teman-teman sudah istirahat di peraduannya juga aku berfikir akan sulit karena kemungkinan anak kost tidak akan membawa kebaya encim karena di kampus kami tidak ada acara nikahan atau acara kartinian setiap minggunya. Aku berusaha menghubungi beberapa temanku dan hasilnya tetap nihil, sampai aku sempat menyerah saat itu. Aku memutar otakku supaya dapat memodifikasi baju tari tampak seperti baju encim, hasilnya lumayan meskipun tidak terlalu berpengaruh. Akhirnya aku kembali berusaha menghubungi beberapa teman dan sahabat, sekitar pukul 23 aku mendapatkan 1 kebaya dari dwi christina aku senang sekali karena kebayanya tampak cantik, namun aku tak akan memakainya jikalau aku hanya mendapatkan 1 kebaya, karena aku tidak akan membiarkan Rani menggunakan baru tari tersebut sendirian, itu hanya akan tampak semakin nyata seperti iring-iringan manten.
            Setelah beberapa lama mencari dan mencari sahabatku Anes sekitar pukul 12 malam menghubungiku dan mengabari kalau temannya memiliki kebaya encim juga, seribu terima kasih buat Anes. Aku sangat senang, saat aku berbaring dan tak sengaja menatap statment “Where there is a will, there is a way” Oh my God i believe in You, i believe in this statment. Satu hal yang aku sadari adalah selama ini aku belum berusaha secara maksimal,  so i have to change my bad habbit!
            Keesokan harinya tepat pukul 6 pagi aku pergi ke tempat Dwi dan Icha, pemilik kebaya encim ditemani oleh Anes, pukul 7 kurang aku kembali menuju kostan Dita, sesampainya disana aku langsung di make-up oleh Dita. Setelah kami semua di make-up, kamipun menuju avenue dan berlatih yel-yel bersama dengan peserta pria. Dengan waktu yang demikian singkat kami menghafalkan yel-yel dan mengatur segala sesuatunya. Setelah kami siap untuk mempersembahkan yel-yel yang kami anggap sebagai formalitas kami menuju lapangan tempat digelarnya acara. Sebelum dimulai pembawa acara berkata “Sebelum lomba dimulai para peserta diharap berkumpul.” Kata kedua sontak membuat kami terkaget “Ini lomba???” kami saling melempar pertanyaan satu sama lain. Hingga akhirnya tibalah saatnya kami menampilkan apa yang sudah kami siapkan dalam waktu super singkat tersebut. Untung hal yang aku khawatirkan tidak terjadi, yaitu salah kostum dan memang kalau saja aku menggunakan baju tari tersebut kami akan salah kostum.
            Setelah kami selesai menampilkan penampilan singkat kami, aku beserta peserta wanita lainnya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu karena rasa lapar yang tak tertahankan. Disaat makan kami mendapatkan kabar bahwa kami mendapat juara 3, sungguh unpredictable momment.

            

No comments:

Post a Comment